Bahasan bahasa yang abadi, tetapi memiliki misteri.
Sebelum membaca, jangan ada pikiran, “Kenapa pentol namanya pentol?” Saya belum bisa menjawab dengan pasti. Tapi kalau tanya, apa aku masih suka sama kamu, ku pastikan abadi.
Sejarah membukti bahwa yang namanya pecel ya pecel, bukan telur atau bakso. Yang namanya benar ya benar, tidak bisa berubah salah. Karena dari nenek moyang kita, bahasa telah dibentuk sehingga kita bisa menggunakan bahasa tersebut. Ini menandakan bahwa bahasa itu abadi, tetap ada dan kekal. Walau zaman mengalami peradaban beberapa abad, manusia mengalami kematian, tapi bahasa itu tetap ada. Bahkan bahasa mengalami produksi, menambah pembendaharaan kosa-kata. Penamaan atau peristilahan dibahas dengan ilmu terminologi.
Kalau ditanya, “Apa sih, bahasa pertama di dunia ini?” kemungkin tidak akan ada jawaban yang pasti, terjawab pun sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tetapi, apapun bentuk asal-mula bahasa, kita telah diberi potensi alami oleh Tuhan dalam otak kiri. Language Acquisition Device (LAD), suatu kemampuan seseorang yang dibawa sejak lahir yang mendasari semua bahasa manusia. Kendati demikian, saya telah membuat video animasi tentang definisi bahasa dengan sederhana.
Dalam video tersebut, salah satu definisi bahasa adalah fungsional, sarana manusia untuk mentransfer pesan, pemikiran, atau harapannya kepada orang lain. Suatu pesan akan tercapai kejelasannya jika menggunakan bahasa. Entah berbentuk suara, kata-kata, maupun rujukan/acuan suatu benda/tanda. Contohnya, jika ingin menyampaikan bahwa ‘cinta itu buta’ kita bisa menggunakan deskripsi, ‘tidak memandang materi.’ Atau dengan rujukan orang-orang Tunanetra, yang tidak bisa melihat namun bisa merasakan.
"Menulis adalah bekerja untuk keabadian." – Pramoedy Ananta Toer.
Namun jika bahasa adalah sarana untuk memperjelas sesuatu, kenapa bahasa sendiri memiliki sebuah kegelapan, yaitu salah paham. Misteri tentang bahasa yang kita gunakan ternyata belum tentu memperjelas, tapi memperburuk keadaan. Seperti kata ‘Puas,’ jika hanya ditulis ‘puas’ saja maka diartikan penghinaan, bukan ‘puas’ dengan maksud ‘sudah lega, tidak ada pikiran lagi’. Contoh lain dalam Aksara Jawa tentang kisah Aji Saka dan dua orang pengabdi. Dara dan Sembada geger gedhen karena salah paham menerima wasiat Aji Saka.
Hanacaraka: terdapat dua utusan
Datasawala: mereka berbeda pendapat
Padhajayanya: mereka berbdua sama kuatnya
Magabathanga: inilah mayat mereka
Apa yang terjadi, dan kenapa ada salah paham? Karena bahasa itu dinamis, bukan hanya berubah dalam bentuk globalisasi namun sifat perubahan bahasa dalam makna. Sehingga kita harus lugas dalam berbahasa, harus bijak untuk memaknai tanda, bahasa harusnya ditafsirkan bukan hanya digunakan. Aji Saka juga mengabadikan 'kesalahpahaman' dengan terbentuknya Hanacaraka, sebagai pengingat bagi kita. Dalam Semantik (ilmu yang mempelajari makna), untuk tahu makna dari tanda tersebut, salah satunya menggunakan penanda dan petanda. Misalkan dengan kata puas.
puas mengandung penanda, p–u–a–s
puas mengandung petanda, hasrat hati.
Puas adalah merasa senang karena terpenuhi hasratnya.
Akhirnya kita paham, selain penjelas bahasa juga bahasa bisa digunakan untuk salah paham, Ia sesuatu yang tidak lepas dari bahasa. Sehingga untuk menggunakan bahasa juga menggunakan kebijaksanaan. Jadi bagaimana kebijakan kalian memaknai kalimat, “Benar-benar benar.”
Terima Kasih.